WAKAF ISLAM
MAKALAH
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Individu
Dalam Mata Kuliah Hukum Perdata Islam
Dosen:
ABDUL MUJIB
Disusun Oleh:
ANI NURAENI
NIM: 12340148 / IH-B
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakaf adalah menahan benda yang dapat diambil manfaatnya atanpa mengurangi
atau menghilangkan keadaan benda-bendanya untuk keperluan kebagusan karena bertarrub
kepada Allah SWT.[1]
Pada intinya wakaf di Indonesia dirasa kurang mengarah pada pemberdayaan
ekonomi umat Islam, akan tetapi hanyalah sebagai simbol kepentingan-kepentingan
ibadahnya semata. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat
Indonesia mengenai harta yang diwakafkan ataupun peruntukan wakaf. Masyarakat
hanya mengetahui harta yang diwakafkan digunakan untuk tempat-tempat sosial dan
bersifat umum. Seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan lain sebagainya.
Maka dari itu penulis akan membahas mengenai pengertian wakaf, syarat
wakaf, fungsi wakaf, hak beserta kewajiban nadzir, serta pengelolaan wakaf di Indonesia. Karena sering kali orang yang
tidak begitu paham mengenai hal tersebut justru mempersepsikan hal tersebut tanda
dasar ataupun pijakan yang jelas.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang ingin penulis jelaskan melalui
makalah ini, ialah mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Apakah pengertian
wakaf?
2. Apakah syarat-syarat wakaf?
3. Bagaimanakan fungsi wakaf
4. Bagaimanakan ketentuan terkait Hak beserta
Kewajiban Nadzir?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pemecahan masalah diatas,
ialah sebagai berikut:
1. Guna pemberikan
pemahaman mengenai hal-hal yang berkaitan dengan wakaf. Agar wakaf tidak hanya
dijadikan sebatas kegiatan peribadatan saja, namun manfaat wakaf harus dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat dibidang ekonomi.
2. Pemahaman
terkait wakaf juga tidak hanya cukup mendapat informasi dari orang lain ataupun
hanya cukup ikut-ikutan dengan orang lain (taklik buta)[2].
Diperlukan pemahaman dengan mendasarkan pada aturan yang mengatur tentang
wakaf, seperti dari Al-Qur’an, hadist, Kompilasi Hukum Islam (KHI), UU RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dan lain-lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Wakaf
Wakaf atau “Wact”
berasal dari bahasa “Waqafa” yang berarti “menahan” , “berhenti”,
“diam di tempat” ataupun “tetap berdiri”. Adapun kata “Waqafa-Yaqifu-Waqfan”
sama dengan kata “Habasa-Yahsibu-Tahbisan”.[3] Wakaf adalah menahan benda yang dapat diambil
manfaatnya atanpa mengurangi atau menghilangkan keadaan benda-bendanya untuk
keperluan kebagusan karena bertarrub kepada Allah SWT. Sedangkan pengertian
wakaf menurut para ahli fiqih ialah sebagai berikut:
1.
Mazhab
Syafi’I dan Ahmad bin Hambal
Wakaf adalah
melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, serta sempurna
prosedur perwakafannya.
2.
Mazhab
Abu Hanifah
Wakaf adalah
menahan suatu benda menurut hukum, tetap milik wakif dalam rangka mempergunakan
ataupun memanfaatkannya untuk kebajikan.
3.
Mahzab
Maliki
Wakaf adalah melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, akan tetapi wakap dapat mencegah wakif
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut
kepada yang lain dan peran wakif pun berkewajiban menyedekahkan manfaatnya
serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.
Sedangkan menurut UU RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, pengertian Wakaf
ialah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamnya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentuingannya guna keperluan ibadah dan atau
kesejahteraan umum menurut syariat islam.[4]
Pasal 1 (1) PP
No. 28/1977 menyatakan:
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan
sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya
untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya
sesuai dengan ajaran Agama Islam.[5]
Berdasarkan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 215 (1) Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
menyatakan:
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan
hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Agama Islam.[6]
Berdasarkan pasal 1 (1) PP No. 28/1977 menyatakan bahwa benda wakaf yang
dimaksudkan ialah tanah milik. Sedangkan
menurut Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Pasal 215 (1) menjelaskan
bahwa benda wakaf ialah benda milik.
B. Dalil-dalil nash tentang wakaf
Adapun sumber
yang dijadikan pijakan disyari’atkannya ibadah wakaf ialah
1.
Bersumber dari
Al-Qur’an:
Q.S Ali-Imran : 92
لَنتَنَالُواْالْبِرَّحَتَّىتُنفِقُواْمِمَّاتُحِبُّونَوَمَاتُنفِقُواْمِن شَيْءٍفَإِنَّاللّهَ بِهِعَلِيمٌ
لَنتَنَالُواْالْبِرَّحَتَّىتُنفِقُواْمِمَّاتُحِبُّونَوَمَاتُنفِقُواْمِن شَيْءٍفَإِنَّاللّهَ بِهِعَلِيمٌ
Artinya:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Dimana ayat tersebut lebih menganjurkan infak secara umum, namun para
fuqaha menerangkannya sebagai wakaf.
Artinya:
Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah[7]
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
2. Hadist, yaitu
C. Benda-benda yang dapat diwakafkan
Adapun beberapa
pendapat mengenai benda-benda yang dapat diwakafkan, yaitu:
a)
Menurut
Mazhab Hanafi
Harta yang sah
untuk diwakafkan ialah benda yang tidak bergerak, namun beliau memperbolehkan wakaf
itu berupa benda bergerak sebagai bentuk pengecualian terhadap prinsipnya.[8] Hal
itu didasarkan pada asas yang menurut beliau paling berpengaruh tentang wakaf,
yaitu ta’bid yang berarti tahan lama. Adapun perbedaan antara benda
tidak bergerak dengan benda bergerak meliputi:
a.
Benda
tidak bergerak
Benda tidak bergerak yang dimaksudkan ialah benda yang bersifat
kekal serta dapat dimanfaatkan secara terus-menerus.
b.
Benda
bergerak
Pada
kenyataannya benda bergerak menurut Imam Hanafi dapat digolongkan pada wakaf
yang sah apabila memenuhi beberapa syarat :
Ø Barang tersebut mempunyai hubungan dengan sifat diam di tempat dan
bersifat tetap.
Ø Benda bergerak yang dipergunakan untuk membantu benda tidak
bergerak
b)
Menurut
Mazhab Syafi’i
Benda yang
diwakafkan haruslah yang kekal manfaatnya, dapat berupa benda tidak bergerak,
benda bergerak ataupun benda konsi (milik bersama).
c)
Menurut
Mazhab Maliki
Benda yang
dapat diwakafkan ialah boleh berupa benda yang bergerak serta boleh yang
menempel dengan yang lain. Benda yang diwakafkanpun sah meski bersifat
sementara, karena mazhab maliki tidak mensyaratkan ta’bid (harus kekal
atau selama-lamanya).
d)
Berkaitan
dengan pendapat diatas bahwa benda yang dapat diwakafkan menurut Undang-Undang
Wakaf Mesir juga meliputi:
Ø Benda tidak bergerak.
Ø Benda bergerak, bukan sebagai benda pengecualian.
Dengan ketentuan tersebut, maka UUWM telah memperluas sumber wakaf
serta memperluas kesempatan berwakaf.
e) Sedangkan
menurut UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Zakat, membagi jenis benda wakaf menjadi
tiga bagian yaitu:
Ø
Benda
tidak bergerak
Ø
Benda
bergerak selain uang
Ø
bergerak berupa uang
D. Fungsi Wakaf
Berlandaskan Pasal 216 tentang Fungsi Wakaf,
yaitu:
E. Syarat Wakaf
Adapun syarat-syarat wakaf meliputi:
a)
Wakif
harus terdiri dari orang yang ahli Tabarru’ ,yaitu orang yang dapat
melakukan amal kebagusan secara luas dan bebas.
b)
Mauquf
alaih terdiri dari dua macam, yaitu:
1.
Terdiri
dari seseorang yang dituju atau dikehendaki.
2.
Terdiri
dari perkumpulan dalam bentuk apapun.
c)
Mauquf terdiri dari:
1.
Benda
yang nyata dan tertentu
2.
Benda
yang dapat dimiliki dan dikuasai
3.
Benda
yang diambil manfaatnya tanpa mengurangi keadaan bendanya.
F. Kewajiban serta
Hak Nadzir
Nadzir berasal
dari kata arab ”nadzara-yandzuru-nadzara” yang artinya menjaga,
memelihara,mengelola serta mengawasi.[11]Sedangkan
nadzir wakaf adalah orang yang diberi amanah untuk mengelola harta wakaf.
Dijelaskan
bahwa kewajiban seorang nadzir, yaitu:
a) Mengurus dan
mengawasi kekayaan serta hasilnya sesuai dengan tujuan wakaf serta menuntut
ketentuan yang diatur oleh Menteri Agama, yaotu meliputi kewajiban-kewajiban
sebagai berikut:
Ø Menyimpan
lembar salinan AIW,
Ø Memelihara
tanah wakaf,
Ø Memanfaatkan
dan berusaha meningkatkan hasil wakaf,
Ø Menyelenggatakan
pembukuan dan administrasi yang meliputi;
Buku catatan
mengenai leadaan tanah wakaf, dan pengelolaan hasil tanah wakaf.
b) Membuat laporan
secara berkala ats semua hal-hal yang menyangkut kekayaan wakaf.[12]
Sedangkan hak-hak Nadzir, yaitu meliputi:
a) Menerima penghasilan
dari hasil tanah wakaf yang besarnya ditetapkan oleh kepala Kandepan cq. Kepala
Seksi Urusan Agama Islam (Kasi Urais), dengan ketentuan bahwa penghasilan
nadzir tersebut tidak lebih dari 10% dari hasil bersih tanah wakaf itu.
b) Menggunakan
fasillitas tanah wakaf tersebut dalam menjalankan tugasnya sebagai nadzir.
Jenis serta jumlahnya fasilitas tersebut ditentukan oleh kepala Kandepan cq.
Kepala Seksi Urusan Agama Islam (Kasi Urais).[13]
Menurut Pasal 220 kewajiban nadzir yaitu:
(1) Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan
bertanggung atas kekayaan wakaf serta hasilnya, dan pelaksanaan perwakafan
sesuai dengan tujuan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Menteri
Agama.
(2) Nadzir
diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menjadi
tanggungjawabnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan setempat dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan
dan Camat setempat.
(3) Tata cara
pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan Menteri Agama.[14]
Pasal 222 menjelaskan bahwa hak nadzir yaitu:
Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan
fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditentukan berdasarkan kelayakan atas saran
Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat.[15]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan
hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Agama Islam. Dalil terhadap wakaf pun bersandarkan pada Al-Qur’an
serta Hadist.Sedangkan benda wakaf dapat digolongkan menjadi tiga bagian,
yaitu: benda tidak bergerak, benda bergerak selain uang serta bergerak berupa uang.
Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda
wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Terdapat beberapa syarat wakaf yang harus
dipenuhi ketika mewakafkan barang wakaf. Nadzir wakaf adalah orang yang diberi
amanah untuk mengelola harta wakaf. Dimana seorang nadzir bertanggung jawab
terhadap benda wakaf, namun nadzir pun mempunyai hak tersendiri sebagai tanda jasa
jarena nadzir telah bertanggung jawab atas benda wakaf.
DAFTAR PUSTAKA
Minan Zuhri, 1998, Syariat Islam, Kudus: Menara Kudus.
Departemen
Agama, 2006, Fiqih Wakaf, Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Wakaf.
Departemen Agama, 2006 Pedoman Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan
Wakaf.
UU RI Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Kompilasi Islam, Bandung: Citra Umbara.
Juhaya S.Praja, 1995, Perwakafan di Indonesia, Bandung:Yayasan
Piara.
Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah, 2004,
Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam, 2004, Jakarta: Program Studi Timur
Tengah dan Islam Universitas Indonesia.
Didin Hafidhuddin dan Muhammad Syafii Antonio,
2004, Hukum Wakaf, Jakarta: Kerjasama Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN.
Mukhlisin Muzarie, 2010, Hukum Perwakafan
dan Implikasinya terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Implementasi Wakaf di
Pondok Modern Darussalam Gontor), Jakarta: Kementrian Agama RI.
Bahdin Nur Tanjung dan Farid Wajdi (Editor),
2010, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, Jakarta: Sinar Grafika Offsite
[2] Taklik buta ialah hanya ikut-ikutan dengan orang lain tanpa mengetahui
dasar hukumnya seperti apa dan bagaimana.
[4] UU RI Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Kompilasi Islam, Bandung: Citra
Umbara, hal 237
[6] Dijelaskan bahwa benda yang dapat diwakafkan bukan hanya tanah milik, namun
dapat berupa benda milik. Dimana benda tetap disebut al-‘aqr, sedangkan
benda bergerak disebut al-musya’.
[7]
Pengertian
menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad,
pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
[9] UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Kompilasi Islam, Bandung :Citra Umbara, Hal 389
[11] Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah, Wakaf Tunai Inovasi
Finansial Islam, Jakarta: Program Studi Timur Tengah dan Islam Universitas
Indonesia, 2004, hal 63
[13]
Dr. Juhaya S.Praja. Perwakafan di Indonesia. Bandung.
1995. Hal 45
[14] UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Kompilasi Islam. Citra Umbara:Bandung. Hal
[15] UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dan Hukum Kompilasi Islam. Citra Umbara:Bandung. Hal