Jumat, 27 Maret 2015

Makalah Hukum Perdata Islam tentang Wakaf

WAKAF ISLAM




MAKALAH
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Individu
Dalam Mata Kuliah Hukum Perdata Islam
 

Dosen:
ABDUL MUJIB

Disusun Oleh:
ANI NURAENI
NIM: 12340148 / IH-B

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar          Belakang
Wakaf adalah menahan benda yang dapat diambil manfaatnya atanpa mengurangi atau menghilangkan keadaan benda-bendanya untuk keperluan kebagusan karena bertarrub kepada Allah SWT.[1]
Pada intinya wakaf di Indonesia dirasa kurang mengarah pada pemberdayaan ekonomi umat Islam, akan tetapi hanyalah sebagai simbol kepentingan-kepentingan ibadahnya semata. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia mengenai harta yang diwakafkan ataupun peruntukan wakaf. Masyarakat hanya mengetahui harta yang diwakafkan digunakan untuk tempat-tempat sosial dan bersifat umum. Seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan lain sebagainya.
Maka dari itu penulis akan membahas mengenai pengertian wakaf, syarat wakaf, fungsi wakaf, hak beserta kewajiban nadzir, serta pengelolaan wakaf  di Indonesia. Karena sering kali orang yang tidak begitu paham mengenai hal tersebut justru mempersepsikan hal tersebut tanda dasar ataupun pijakan yang jelas.

B.  Rumusan Masalah
Adapun yang ingin penulis jelaskan melalui makalah ini, ialah mengenai hal-hal sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian wakaf?
2.       Apakah syarat-syarat wakaf?
3.      Bagaimanakan fungsi wakaf
4.       Bagaimanakan ketentuan terkait Hak beserta Kewajiban Nadzir?

C.  Tujuan
Adapun tujuan dari pemecahan masalah diatas, ialah sebagai berikut:
1.      Guna pemberikan pemahaman mengenai hal-hal yang berkaitan dengan wakaf. Agar wakaf tidak hanya dijadikan sebatas kegiatan peribadatan saja, namun manfaat wakaf harus dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dibidang ekonomi.
2.      Pemahaman terkait wakaf juga tidak hanya cukup mendapat informasi dari orang lain ataupun hanya cukup ikut-ikutan dengan orang lain (taklik buta)[2]. Diperlukan pemahaman dengan mendasarkan pada aturan yang mengatur tentang wakaf, seperti dari Al-Qur’an, hadist, Kompilasi Hukum Islam (KHI), UU RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dan lain-lain.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Wakaf
Wakaf atau “Wact” berasal dari bahasa “Waqafa” yang berarti “menahan” , “berhenti”, “diam di tempat” ataupun “tetap berdiri”.  Adapun kata “Waqafa-Yaqifu-Waqfan” sama dengan kata “Habasa-Yahsibu-Tahbisan”.[3] Wakaf adalah menahan benda yang dapat diambil manfaatnya atanpa mengurangi atau menghilangkan keadaan benda-bendanya untuk keperluan kebagusan karena bertarrub kepada Allah SWT. Sedangkan pengertian wakaf menurut para ahli fiqih ialah sebagai berikut:
1.      Mazhab Syafi’I dan Ahmad bin Hambal
Wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, serta sempurna prosedur perwakafannya.
2.      Mazhab Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda menurut hukum, tetap milik wakif dalam rangka mempergunakan ataupun memanfaatkannya untuk kebajikan.
3.      Mahzab Maliki
Wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, akan tetapi wakap dapat mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan peran wakif pun berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.
Sedangkan menurut UU RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, pengertian Wakaf ialah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamnya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentuingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariat islam.[4]
Pasal 1 (1) PP No. 28/1977 menyatakan:
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Agama Islam.[5]
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 215 (1) Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 menyatakan:
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Agama Islam.[6]
Berdasarkan pasal 1 (1) PP No. 28/1977 menyatakan bahwa benda wakaf yang dimaksudkan ialah tanah milik. Sedangkan  menurut Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Pasal 215 (1) menjelaskan bahwa benda wakaf ialah benda milik.
B.  Dalil-dalil nash tentang wakaf
Adapun sumber yang dijadikan pijakan disyari’atkannya ibadah wakaf ialah
1.      Bersumber dari Al-Qur’an:
Q.S Ali-Imran : 92
لَنتَنَالُواْالْبِرَّحَتَّىتُنفِقُواْمِمَّاتُحِبُّونَوَمَاتُنفِقُواْمِن شَيْءٍفَإِنَّاللّهَ بِهِعَلِيمٌ
Artinya:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.

Dimana ayat tersebut lebih menganjurkan infak secara umum, namun para fuqaha menerangkannya sebagai wakaf.
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/2_261.pngQ.S al-Baqarah: 261





Artinya:
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[7] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

2.      Hadist, yaitu





C.  Benda-benda yang dapat diwakafkan
Adapun beberapa pendapat mengenai benda-benda yang dapat diwakafkan, yaitu:
a)      Menurut Mazhab Hanafi
Harta yang sah untuk diwakafkan ialah benda yang tidak bergerak, namun beliau memperbolehkan wakaf itu berupa benda bergerak sebagai bentuk pengecualian terhadap prinsipnya.[8] Hal itu didasarkan pada asas yang menurut beliau paling berpengaruh tentang wakaf, yaitu ta’bid yang berarti tahan lama. Adapun perbedaan antara benda tidak bergerak dengan benda bergerak meliputi:
a.    Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak yang dimaksudkan ialah benda yang bersifat kekal serta dapat dimanfaatkan secara terus-menerus.
b.    Benda bergerak
     Pada kenyataannya benda bergerak menurut Imam Hanafi dapat digolongkan pada wakaf yang sah apabila memenuhi beberapa syarat :
Ø Barang tersebut mempunyai hubungan dengan sifat diam di tempat dan bersifat tetap.
Ø Benda bergerak yang dipergunakan untuk membantu benda tidak bergerak

b)      Menurut Mazhab Syafi’i
Benda yang diwakafkan haruslah yang kekal manfaatnya, dapat berupa benda tidak bergerak, benda bergerak ataupun benda konsi (milik bersama).
c)      Menurut Mazhab Maliki
Benda yang dapat diwakafkan ialah boleh berupa benda yang bergerak serta boleh yang menempel dengan yang lain. Benda yang diwakafkanpun sah meski bersifat sementara, karena mazhab maliki tidak mensyaratkan ta’bid (harus kekal atau selama-lamanya).
d)     Berkaitan dengan pendapat diatas bahwa benda yang dapat diwakafkan menurut Undang-Undang Wakaf Mesir juga meliputi:
Ø  Benda tidak bergerak.
Ø  Benda bergerak, bukan sebagai benda pengecualian.
            Dengan ketentuan tersebut, maka UUWM telah memperluas sumber wakaf serta memperluas kesempatan berwakaf.
e)      Sedangkan menurut UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Zakat, membagi jenis benda wakaf menjadi tiga bagian yaitu:
Ø  Benda tidak bergerak
Ø  Benda bergerak selain uang
Ø  bergerak berupa uang



D.  Fungsi Wakaf
Berlandaskan Pasal 216 tentang Fungsi Wakaf, yaitu:
Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf.[9]
E.  Syarat Wakaf
Adapun syarat-syarat wakaf meliputi:
a)      Wakif harus terdiri dari orang yang ahli Tabarru’ ,yaitu orang yang dapat melakukan amal kebagusan secara luas dan bebas.
b)      Mauquf alaih terdiri dari dua macam, yaitu:
1.    Terdiri dari seseorang yang dituju atau dikehendaki.
2.    Terdiri dari perkumpulan dalam bentuk apapun.
c)      Mauquf terdiri dari:
1.    Benda yang nyata dan tertentu
2.    Benda yang dapat dimiliki dan dikuasai
3.    Benda yang diambil manfaatnya tanpa mengurangi keadaan bendanya.
d)     Shighat, yaitu kalimat yang diucapkan sebagai pernyataan wakaf.[10]

F.   Kewajiban serta Hak Nadzir
Nadzir  berasal dari kata arab ”nadzara-yandzuru-nadzara” yang artinya menjaga, memelihara,mengelola serta mengawasi.[11]Sedangkan nadzir wakaf adalah orang yang diberi amanah untuk mengelola harta wakaf.
Dijelaskan bahwa kewajiban seorang nadzir, yaitu:
a)    Mengurus dan mengawasi kekayaan serta hasilnya sesuai dengan tujuan wakaf serta menuntut ketentuan yang diatur oleh Menteri Agama, yaotu meliputi kewajiban-kewajiban sebagai berikut:
Ø Menyimpan lembar salinan AIW,
Ø Memelihara tanah wakaf,
Ø Memanfaatkan dan berusaha meningkatkan hasil wakaf,
Ø Menyelenggatakan pembukuan dan administrasi yang meliputi;
Buku catatan mengenai leadaan tanah wakaf, dan pengelolaan hasil tanah wakaf.
b)   Membuat laporan secara berkala ats semua hal-hal yang menyangkut kekayaan wakaf.[12]
Sedangkan hak-hak Nadzir, yaitu meliputi:
a)      Menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang besarnya ditetapkan oleh kepala Kandepan cq. Kepala Seksi Urusan Agama Islam (Kasi Urais), dengan ketentuan bahwa penghasilan nadzir tersebut tidak lebih dari 10% dari hasil bersih tanah wakaf itu.
b)      Menggunakan fasillitas tanah wakaf tersebut dalam menjalankan tugasnya sebagai nadzir. Jenis serta jumlahnya fasilitas tersebut ditentukan oleh kepala Kandepan cq. Kepala Seksi Urusan Agama Islam (Kasi Urais).[13]
Menurut Pasal 220 kewajiban nadzir yaitu:
 (1) Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan bertanggung atas kekayaan wakaf serta hasilnya, dan pelaksanaan perwakafan sesuai dengan tujuan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Menteri Agama.
(2) Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menjadi tanggungjawabnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
(3) Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan Menteri Agama.[14]
Pasal 222 menjelaskan bahwa hak nadzir yaitu:
Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditentukan berdasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat.[15]





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Agama Islam. Dalil terhadap wakaf pun bersandarkan pada Al-Qur’an serta Hadist.Sedangkan benda wakaf dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu: benda tidak bergerak, benda bergerak selain uang serta bergerak berupa uang.
Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Terdapat beberapa syarat wakaf yang harus dipenuhi ketika mewakafkan barang wakaf. Nadzir wakaf adalah orang yang diberi amanah untuk mengelola harta wakaf. Dimana seorang nadzir bertanggung jawab terhadap benda wakaf, namun nadzir pun mempunyai hak tersendiri sebagai tanda jasa jarena nadzir telah bertanggung jawab atas benda wakaf.






DAFTAR PUSTAKA
Minan Zuhri, 1998, Syariat Islam, Kudus: Menara Kudus.
Departemen Agama, 2006, Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf.
Departemen Agama, 2006 Pedoman Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf.
UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Kompilasi Islam, Bandung: Citra Umbara.
Juhaya S.Praja, 1995, Perwakafan di Indonesia, Bandung:Yayasan Piara.
Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah, 2004, Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam, 2004, Jakarta: Program Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia.
Didin Hafidhuddin dan Muhammad Syafii Antonio, 2004, Hukum Wakaf, Jakarta: Kerjasama Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN.
Mukhlisin Muzarie, 2010, Hukum Perwakafan dan Implikasinya terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Implementasi Wakaf di Pondok Modern Darussalam Gontor), Jakarta: Kementrian Agama RI.
Bahdin Nur Tanjung dan Farid Wajdi (Editor), 2010, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, Jakarta: Sinar Grafika Offsite





[1] Minan Zuhri, Syariat Islam,  Kudus: Menara Kudus, 1998, hal 1
[2] Taklik buta ialah hanya ikut-ikutan dengan orang lain tanpa mengetahui dasar hukumnya seperti apa dan bagaimana.
[3] Departemen Agama, Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006, hal 1
[4] UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Kompilasi Islam, Bandung: Citra Umbara, hal 237
[5] Dr. Juhaya S.Praja, Perwakafan di Indonesia, Bandung: Yayasan Piara, 1995, Hal 7
[6] Dijelaskan bahwa benda yang dapat diwakafkan bukan hanya tanah milik, namun dapat berupa benda milik. Dimana benda tetap disebut al-‘aqr, sedangkan benda bergerak disebut al-musya’.
[7]  Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain. 

[8] Departemen Agama, Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf,2006, hal 31
[9] UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Kompilasi Islam, Bandung :Citra Umbara, Hal 389
[10] Minan Zuhri, Syariat Islam,  Kudus: Menara Kudus, 1998, hal. 7
[11] Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah, Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam, Jakarta: Program Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, 2004,  hal 63
[12] Dr. Juhaya S.Praja, Perwakafan di Indonesia, Bandung, 1995, Hal 44
[13] Dr. Juhaya S.Praja. Perwakafan di Indonesia. Bandung. 1995. Hal 45
[14] UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Kompilasi Islam. Citra Umbara:Bandung. Hal
[15] UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Kompilasi Islam. Citra Umbara:Bandung. Hal